Job Career Vacancy
Latest News

Etnosentrisme, Pedang Bermata Dua

Selasa, 17 November 2009 , Posted by Gilang Ramadhan at 22.12


Abdulkahar Badjuri dalam tulisannya yang berjudul “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” lebih menekankan pendapatnya bahwa etnosentrisme merupakan suatu hal yang buruk dalam proses desentralisasi. Etnosentrisme menurutnya merupakan akibat dari desentralisasi, yang memungkinkan persaingan kepemimpinan di daerah yang tidak sehat, yang menimbulkan krisis keterwakilan, motivasi terhadap kepentingan pribadi, golongan, suku atau kelompok tertentu. Abdulkahar juga mengungkapkan bahaya dari desentralisasi yaitu etnosentrisme dapat menimbulkan isu-isu tidak sehat tentang putra daerah,pejabat pusat yang berbondong-bondong kembali ke daerah untuk membangun daerahnya,serta membunuh karakter seseorang yang mungkin lebih berpotensi dari putra daerah. Lanjutnya beliau juga menyatakan kebijakan tentang otonomi daerah merupakan kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak berdasarkan pertimbangan yang matang.
Sebagai seorang pelajar, saya pun merasakan emosi yang sama dengan penulis tentang sikap pesimistis beliau akan desentralisasi yang baru diterapkan. Namun sebagai seorang akademisi yang baik seharusnya Abdulkahar menimbang sesuatu hal dari sisi baik dan buruknya, memang sudah banyak pakar yang mengatakan bahwa desentralisasi itu baik, namun sebagai bahan pertimbangan saya rasa hal positif pun harus dipertimbangkan juga. Etnosentrisme sebagai dampak atau lebih tepat dikatakan desentralisasi sebagai sarana tereksposnya etnosentrisme yang memang alami ada pada setiap daerah di belahan bumi mana pun memang terlihat buruk apabila dilihat dari segi arti yakni sebuah sikap yang lebih mementingkan kesukuan. Namun saya kurang setuju apabila dikatakan etnosentrisme itu buruk adanya. Apabila seseorang lebih mementingkan diri atau kepentingannya tentu orang tersebut tidak akan mengambil peluang yang kecil dari kepentingan yang besar, dalam artian apabila Abdulkahar mengatakan dengan adanya desentralisasi maka orang-orang daerah yang berada di pusat akan kembali ke daerahnya untuk membangun daerah. Lalu apa salahnya dengan membangun daerah sendiri? Lepas dari daerah kelahiran atau daerah tempat dibesarkan, saya lebih memfokuskan pada kata membangun daerah, karena hal ini yang tidak akan terjadi apabila pemerintahan dijalankan secara sentralisasi. Lalu apakah salah apabila daerah sendiri lebih didahulukan dari pada tidak ada skala prioritas di negara ini yang mana yang harus dibangun lebih dahulu?karena daerah itu jelas terintegrasi dengan negara secara luas. Membangun daerah berarti membangun bangsa, memajukan daerah berarti juga memajukan bangsa. Nasionalisme apa lagi yang dicari?
Lalu apabila ada dampak yang buruk yaitu munculnya salah kaprah seperti munculnya kata putra daerah saya pikir itu merupakan emosi rakyat daerah yang terakumulasi karena selama ini yang menjadi pemimpin di daerah merupakan orang yang berasal dari pusat dan bukan orang yang mengerti keadaan dan potensi di daerah tersebut yang akhirnya kepemimpinan di daerah hanya diisi oleh orang-orang yang hanya memikirkan dirinya dan upeti untuk pemerintah pusat, maka muncullah isu putra daerah dengan harapan orang yang berasal dari daerah dapat melihat kondisi di daerahnya dan lebih dapat memahaminya, walaupun hal ini masih dirasakan sangat utopis. Dan malahan masih banyak putra daerah yang tidak becus untuk memimpin daerahnya, namun saya rasa apabila ada kepemimpinan daerah yang dilandasi oleh rasa kesukuan,agama atau golongan tertentu yang kuat maka daerah tersebut akan maju, minimal pemimpin tersebut tidak memikirkan interesnya sendiri sehingga menimbulkan korupsi dan tak mau daerah tersebut diintimidasi oleh pemerintah pusat. Namun sekali lagi harus ditegaskan memajukan daerah yang bukan untuk memisahkan diri dari NKRI karena sekali lagi pemerintah pusatlah yang paling bertanggung jawab atas ini karena seharusnya daerah butuh keamanan dan ketentraman serta kestabilan daerah yang menyebabkan daerah tersebut tidak akan memisahkan diri dari NKRI.
Jadi dalam hal ini pemerintah daerah hanya memikirkan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan rakyat di daerahnya sedangkan pemerintah pusat berfungsi menjaga kestabilan ekonomi, ketentraman dan keamanan, dan saya rasa hal ini bukanlah utopis apabila seorang pemimpin tidak mempunyai interest yang besar terhadap dirinya sendiri.
Apabila merunut pada sejarah kebangkitan nasional, kita dapat menemukan bahwa Boedi Utomo terlahir sebagai organisasi pertama yang dianggap sebagai perintis dari bangkitnya negeri ini dari kegelapan, namun apakah Boedi Utomo benar-benar sebuah organisasi yang nasionalis? Boedi Utomo merupakan organisasi yang didirikan oleh Sutomo yang bersuku Jawa dan pada masa berjalannya pun organisasi ini hanya berkutat di pulau jawa dan sekitarnya, tidak menerima anggota dari suku lain, bersifat ekslusif serta memiliki visi memajukan suku Jawa. Namun kita perlu bertanya mengapa Boedi Oetomo dikatakan sebagai organisasi perintis kebangkitan bangsa? mengacu dari kenyataan tersebut seharusnya apabila ada paham etnosentrisme seharusnya tidak lantas dikatakan bahwa penganutnya tidak nasionalis atau bahkan membangun daerah sendiri itu perlu dilakukan bahkan didahulukan.
Perlu juga untuk dicurigai, suku Jawa dengan adanya desentralisasi mungkin akan kehilangan peluang untuk menguasai daerah-daerah lain di luar Jawa dengan adanya isu putra daerah karena selama ini suku Jawa merupakan pemegang rating teratas dalam memimpin sejumlah daerah-daerah di Indonesia bahkan di tingkat nasional, sehingga penulis dengan serta merta mengatakan bahwa isu putra daerah sangat tidak elegan dan menjerumuskan.
Etnosentrisme menurut saya merupakan pedang bermata dua yang dapat mengarah pada kebaikan atau pun kepada kerusakan. Jika kita bermain pada hal-hal yang berbau SARA tentu hal tersebut sangat rentan terhadap terjadinya konflik, tentunya konflik kepentingan, kepentingan apakah yang lebih kuat, pribadi, agama, ras, suku ataukah kelompok. Yang terburuk adalah kepentingan pribadi, karena kepentingan pribadi dapat merembet pada kepentingan-kepentingan lainnya. Kepentingan pribadi dapat berkedok SARA, kepentingan pribadi merupakan aktor intelektual yang bermain di atas penderitaan orang lain.
Peluang etnosentrisme dapat mengarah kepada hal yang buruk apabila ada kepentingan pribadi yang sedang bermain di dalamnya, dan dapat menjadi baik apabila atas dasar untuk memajukan suku, ras, atau agamanya. Jadi menurut saya tidak ada suatu hal yang selamanya buruk melainkan ada sisi positif apabila dilihat dari sisi lain dan tidak ada yang salah dengan desentralisasi selama tidak hanya menjadi das sein atau berupa teori saja melainkan dapat menjadi das sollen yang teraplikasi dengan pengawasan yang berjalan dengan baik. Untuk menjadi negara yang maju, try and error menjadi suatu hal yang lumrah, karenanya dalam perjalanannya otonomi daerah di indonesia juga perlu mengalami berbagai masukan dan revisi apabila perlu.
Perlu diperhatikan juga, Abdulkahar menulis artikel tersebut saat UU No.22 Th.1999 masih diterapkan, pada saat itu memang benar adanya bahwa desentralisasi dirasakan masih sangat prematur dengan beberapa kesalahan seperti DPRD yang sangat heavy karena berhak untuk memilih dan mengangkat pimpinan daerah, ketidakjelasan tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah sehingga terjadi kerancuan mana yang menjadi hak pusat dan mana yang menjadi hak daerah,serta adanya kenyataan bahwa daerah masih belum siap dengan implementasi dari UU tersebut. Jadi jelas sekali beliau langsung mengkritisi kenyataan empiris yang terjadi sebagai buntut dari dikeluarkannya UU No.22 dan 25 Th.1999 yang masih prematur tersebut.

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar