Job Career Vacancy
Latest News

HUBUNGAN ANTARA PRASARAT FUNGSIONAL DAN PRASARAT STRUKTURAL DARI PEMERINTAH

Posted by Gilang Ramadhan on Senin, 28 Desember 2009 , under | komentar (0)




Prasarat Fungsional menpunyai dua fungsi, yaitu fungsi informasi dan fungsi paksaan. Fungsi informasi adalah satu prasarat fungsional pemerintah yang tanpa informasi pemerintah tidak dapat bertahan di dalam tatanannya, yang termasuk di dalam prasarat informasi adalah pengetahuan tentang batas-batas, yang di dalam batas-batas tersebut solidaritas umum akan runtuh dan muncul kebutuhan akan tindakan yang drastis dan bersifat paksaan yang mempengaruhi hubungan antara nilai-nilai kesempurnaan dengan nilai-nilai instrumen.
Fungsi paksaan diperlukan dalam ketiadaan pengetahuan saat para pemimpin berkeinginan menahan informasi atau kalau pengetahuan dari keputusan-keputusan sebelumnya diabaikan. Paksaan juga berlaku sebagai hukum, semua pemerintah menerapkan paksaan sampai tingkat tertentu.
Rasio paksaan dan informasi berbanding terbalik, paksaan ini berakibat rendahnya informasi dan ada informasi tinggi kalau paksaannya rendah, karena nilai-nilai kesempurnaan dan instrumen sering berkonflik satu sama lain, misalnya yang lama versus yang baru, maka paksaan diperlukan untuk membatasi konflik tersebut dan informasi diperlukan untuk menghindarinya.
Prasarat struktural pemerintah merupakan suatu struktur pembuatan keputusan yang otoritatif, yaitu suatu pola pembuatan keputusan yang dipandang abstrak oleh para anggota unit. Semua pemerintah membutuhkan suatu struktur pertanggung jawaban, yaitu pemerintah sebagai pembuat keputusan harus bisa menjawab selain dari kelompoknya sendiri
Prasarat fungsional dan prasarat struktural dari pemerintah mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat, misalnya dalam prasarat struktural pemerintah membuat suatu kebijakan tentang penanganan intensif terhadap flu burung, kebijakan ini mengharuskan kepada setiap warga yang memelihara unggas untuk diberi faksin tami flu burung dan merazia unggas di Jakarta, juga pembuatan zona rawan flu burung di kawasan Tangerang, Banten dan membagi zona ini kedalam tempat kelompok dari zona satu tempat yang paling rawan hingga zona empat yang bisa dibilang aman dari virus Avian Influenza ini. Dalam kebijakan ini prasarat fungsional mempunyai peran untuk memberi informasi kepada masyarakat di daerah-daerah di Indonesia baik yang sudah dianggap rawan maupun sebagai langkah preventif. Informasi ini bisa berupa penyuluhan-penyuluhan di berbagai daerah yang diadakan Depkes setempat ataupun penyuluhan langsung oleh mentri kesehatan.
Prasarat fungsional selain berfungsi sebagai informasi juga berfungsi sebagai paksaan dan paksaan ini bisa terjadi apabila masyarakat tidak menanggapi kebijakan pemerintah tersebut, seperti pada waktu sweeping hewan peliharaan yang diadakan di Jakarta. Agar paksaan itu tidak terjadi maka informasi tentang bahaya flu burung haruslah dilakukan secara kontinyu dan merata untuk menghindari adanya konflik akibat ketidaktahuan masyarakat.
Pemerintah juga harus bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya seperti apabila mengadakan pemusnahan terhadap hewan unggas di peternakan-petrnakan maupun di rumah-rumah penduduk harus diiringi dengan ganti rugi yang setimpal terhadap kerugian yang dialami para peternak unggas tersebut maupun para pemilik hewan peliharaan. Atau pertanggungjawaban lain seperti menunjuk rumah sakit tertentu di daerah sebagai rujukan apabila ada warga masyarakat yang terkena gejala flu burung, seperti di Jakarta pemerintah menunjuk Rumah Sakit Pondok Indah sebagai tempat rujukan pasien flu burung dan Rumah sakit Hasan Sadikin di Bandung.
Selain masyarakat pemerintah juga perlu mendapatkan informasi tentang perkembangan terkini tentang flu burung dari badan-badan di luar pemerintah seperti Ormas-Ormas dan LSM yang melakukan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dan tentu saja harus dapat dipertanggungjawabkan.
Dari contoh hubungan antara pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah kemudian pemerintah menjalankan kebijakannya itu dengan paksaan. Perubahan-perubahan di dalam hubungan antara paksaan dan informasi merupakan akibat dari perubahan dalam hubungan antara pembuatan keputusan dan pertanggungjawaban, karenanya secara fungsional dan struktural berada dalam hubungan yang dinamis satu dengan yang lainnya.

Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Bencana Transportasi

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Indonesia menganut teori negara hukum modern yang berarti adanya campur tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat demi terciptanya suatu kemaslahatan bersama. Jadi negara dapat mengatur warganya dari bangun tidur hingga tidur lagi agar senantiasa terjadi keseimbangan dan keamanan yang terjaga dari seluruh warga negara.
Penulis sangat setuju dengan adanya penerapan konsep negara hukum modern yang mengharuskan adanya campur tangan pemerintah dalam kehidupan rakyatnya, yang ingin penulis bahas dalam artikel ini adalah peran pemerintah dalam menanggulangi bencana transportasi. Setelah kesekian kalinya dalam waktu yang hampir berdekatan terjadi bencana transportasi di Indonesia, seperti hilangnya pesawat Adam Air di perairan Sulawesi Selatan, terbakarnya pesawat Garuda di bandara Adi Sucipto Yogyakarta, terbakarnya KM. Levina I di pelabuhan Tanjung Priok, tenggelamnya KM Senopati Nusantara,dll. Baru-baru ini pemerintah membuat suatu tim khusus yang bertugas untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya bencana transportasi di Indonesia, tim ini dinamakan KNKT (Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi) dan baru-bari ini mengaudit seluruh perusahaan maskapai penerbangan yang ada di Indonesia baik yang swasta maupun negri dan mirisnya tak ada satu maskapai pun di Indonesia yang memenuhi standar internasional keamanan penerbangan termasuk satu-satunya maskapai terbaik milik negara Garuda Indonesia. Dari audit tersebut timbullah respon dari kedutaan Amerika untuk Indonesia yang menyatakan bahwa warga negara Amerika yang ingin atau meninggalkan Indonesia harus menggunakan maskapai penerbangan asing dan tidak memakai maskapai penerbangan Indonesia. Sebenarnya jika pemerintah Indonesia bisa lebih bijak untuk mengambil langkah preventif dengan menguji maskapai-maskapai penerbangannya secara menyeluruh sebelum terjadi kecelakaan tentu hal-hal yang tidak diinginkan tak akan terjadi. Akhirnya setelah penanggulangan yang lambat dan ketidaktegasan pemerintah (padahal pemerintahlah yang bertanggung jawab masalah keamanan rakyatnya) untuk mengawasi maskapai swasta (tidak lepas dari kelalaian pemerintah) karena tidak ingin mengeluarkan dana untuk membuat sertifikat standar keamanan internasional__jangankan standar internasional, pemeriksaan tingkat nasional pun masih secara random untuk mengurangi biaya pemeriksaan__dan yang lebih hebat maskapai Adam Air mengadakan efisiensi penerbangan dengan terbang secara diagonal lurus yang mengakibatkan sulitnya menghindari awan hujan di rutenya, yang terjadi maskapai penerbangan di Indonesia sudah tidak mendapatkan kepercayaan baik dalam negri maupun luar negri dan akhirnya berimplikasi pada menurunnya sector usaha penerbangan di Indonesia serta sector-sektor sarana transportasi lainnya yang sangat berpengaruh pada prekonomian di Indonesia secara keseluruhan.
Dari kasus di atas penulis dapat mengambil kesimpulan singkat bahwa campur tangan dan ketegasan pemerintah dalam setiap tatanan kehidupan rakyatnya khususnya pada jaminan keamanan dan jaminan kecelakaan sangatlah berdampak luas, diantaranya adalah kepercayaan dunia luar dan yang paling krusial adalah masalah ekonomi yang berkembang di Indonesia dewasa ini. Dan jika hal ini tidak dikuasai negara/ tidak ada campur tangan pemerintah yang memiliki hak all embarancing dan bersifat memaksa tentu yang akan bermain di sini adalah persaingan yang tidak fair dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akhirnya akan mengorbankan rakyat Indonesia sendiri.

FENOMENA PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DI INDONESIA

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Pornografi dan pornoaksi di Indonesia sebenarnya jika diteliti lebih dalam hanyalah suatu masalah biasa dan dibiasakan, seperti halnya dahulu orang bicara sex adalah hal yang tabu dan tidak layak dibicarakan di depan umum, tetapi sekarang orang sudah tidak malu-malu lagi untuk bicara tentang sex, bahkan anak kecilpun tau apa itu sex. Sewaktu saya kecil kira-kira umur delapan tahun saya tidak tahu apa itu proses reproduksi (sex), saya kira hanya dengan tinggal satu rumah dengan sendirinya orang tua saya akan melahirkan saya tanpa proses apapun, tetapi seiring dengan perkembangan zaman yang tidak diiringi oleh kontrol sosial khususnya orang tua, anak-anak zaman sekarang sudah tau apa itu sex bahkan sudah ada pencabulan tingkat SD. Berarti media yang memegang peranan penting dalam penyaluran informasi baik cetak ataupun elektronik bertanggung jawab penuh akan hal itu karena merekalah yang membuat hal yang tabu itu naik kepermukaan dan akhirnya orang menjadi terbiasa dan menganggap itu bukan masalah.
Semestinya kita tidak perlu memperdebatkan mengapa perlu adanya undang-undang yang mengatur tentang pornografi dan pornoaksi, karena kita hanya bangsa yang diperalat oleh globalisasi yang menghendaki kebebasan yang kebablasan. Banyak pihak yang mempertentangkan larangan untuk melakukan gerakan-gerakan yang mengundang syahwat dan atau mempertontonkan anggota badan yang dianggap mengganggu (pornoaksi) yang katanya belum ada batas-batas yang jelas sampai mana batas yang dianggap mengganggu. Padahal kita tau bangsa indonesia merupakan bangsa yang beradab dan beragama, agama mana yang menghendaki umatnya mempertontonkan auratnya? Dalam islam sangat jelas batas batas mana yang harus ditutupi khususnya bagi wanita yang boleh terlihat hanya muka dan telapak tangan, selebihnya dosa. Jelas tak ada toleransi dalam berpakaian dalam islam khususnya bagi kaum hawa.
Banyak yang menganggap bahwa undang-undang anti pornografi dan pornoaksi hanya akan menghambat kreatifitas para seniman bahkan mematikan mata pencaharian mereka, jika kita bicara seni seniman mana yang pertama kali menganggap lukisan yang mmpertontonkan aurat itu sebagai seni? Jelas jawabanya seniman barat yang mengagungkan kebebasan yang kebablasasan, coba kita tidak dibiasakan bahwa seni itu adalah aurat wanita pasti kita akan beranggapan bahwa itu bukanlah hal yang pantas untuk dilihat, ditambah lagi bangsa indonesia terkenal sebagai bangsa yang tidak kreatif dalam segala bidang selalu meniru bangsa-bangsa yang sudah maju tetapi tidak belajar dari pengalaman, akhirnya hanya mencontek dengan cara yang membabi buta yang bisa dilakukan. Begitu pula dalam bidang seni, para pelaku seni di indonesia rata-rata tidak memiliki nilai orisinil walaupun tidak semua tetapi banyak yang akhirnya menutupi orang-orang yang ingin kreatif, akhirnya sangat sedikit seniman indonesia yang terkenal dan dikenang oleh dunia internasional. Jika kita mereview pada abad 18, pada abad itu ada seniman indonesia yang sudah terkenal sampai dunia luar yaitu Raden Saleh beliau adalah pelukis hewan dan pemandangan, beliau terkenal karena keorisinilannya dalam berkreasi dan tidak sama sekali mengandung apalagi mengangkat tema “porno”. Sekarang mengapa bangsa indonesia khususnya para pelaku seni yang mengagung-agungkan “Porno” itu sebagai seni, seharusnya mereka belajar apa itu seni dari sang maestro kita Raden Saleh.
Sebenarnya tidak mudah untuk menghilangkan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi dari bumi indonesia ini, karena seperti yang saya bilang di atas ini sudah menjadi kebiasaan dan pasti ada yang membiasakan, yaitu orang-orang yang menginginkan keuntungan dengan menghalalkan segala cara. Jika kita bertanya pada nurani kita yang paling dalam, tentu kita akan sepenuhnya menyadari bahwa pornografi dan pornoaksi amatlah sangat tidak pantas untuk dipertontonkan karena memang tidak mengandung nilai seni sama sekali.
Jadi amatlah jelas apa, bagaimana dan mengapa pornografi dan pornoaksi bisa berkembang di indonesia. Dan hanya orang memiliki kemauan yang kuat dan keberanian untuk mengaplikasikan kemauannya yang dapat merubah paradigma orang indonesia tentang pornografi dan pornoaksi di indonesia, moral bangsa indonesia perlu diselamatkan, karena kita hanya negara berkembang yang belum stabil dalam segala bidang. Jika tidak memiliki moral yang kuat hancurlah bangsa ini.

Ibu

Posted by Gilang Ramadhan on Selasa, 22 Desember 2009 , under | komentar (0)




Tuhan telah mengaruniakan kesulitan padamu
Tuhan juga memberikan senyuman lewat berbagai cobaan padamu
bahkan Tuhan menganugerahimu aku lewat sakit tiada tara
perjalanan hidup selalu menempa dirimu untuk terus bersabar
dan merubah pahit yang sangat menjadi cucuran kasih sayang yang menyejukkan
ibu....
kau adalah kasih sayang Tuhan di dunia...

Lelah

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Jika pijakan ku kuat
aku tak akan mengalir bagai air yang menyerah pada gravitasi

Jika benar hidup adalah berputar
mengapa kejadian itu seakan tak pernah beranjak?

Aku lelah Tuhan
dengan segala kejadian menyedihkan di sekelilingku
aku tidak seperkasa Herkules
tidak secerdas Aristoteles
tidak sebijak Plato
dan Tidak setangkas Saladin

Namun kutahu
Kau akan mendudukanku sejajar dengan mereka
jika saja rintangan ini aku lalui...
semoga...

REVIEW BUKU BAB 6 MANAJEMEN PELAYANAN UMUM (PENULIS : DRS. H.A.S. MOENIR)

Posted by Gilang Ramadhan on Selasa, 17 November 2009 , under | komentar (0)



1. Aktivitas Manajemen Pelayanan
Aktivitas adalah usaha atau proses dengan menggunakan keahlian dan teknik yang dapat mengubah bahan menjadi sesuatu, baik dalam wujud barang maupun jasa yang bermanfaat. Apa bila dihubungkan dengan manajemen pelayanan maka dapat diartikan suatu aktivitas yang dilakukan oleh manajemen yang mampu mengubah rencana menjadi kenyataan, apakah rencana itu berupa rencana produksi atau rencana dalam bentuk sikap dan perbuatan.
Aktivitas manajemen diantaranya adalah:
a. Aktivitas menetapkan sasaran (objectives) dalam rangka pencapaian tujuan organisasi
Tujuan tujuan organisasi seringkali bersifat ideal dalam arti tidak dalam bentuk nyata dan sulit dilukiskan seperti apa.dalam tujuan (goal) termasuk maksud (purpose), misi (mission), dan sasaran (objectives). Masksud (purpose) organisasi artinya untuk maksud apa organisasi tersebut didirikan. Ditinjau dari segi teori organisasi secara umum maksud pembentukan organisasi ialah tidak lepas dari:
1. Organisasi dimaksudkan sebagai wadah kerja sama orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu, menyatukan kepentingan-kepentingan pribadinya menjadi kepentingan bersama. Karenanya dalam organisasi harus ada pembagian tugas sehingga ada keserasian tugas.
2. Organisasi dimaksudkan sebagai alat mencapai tujuan bersama, yang tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai sendiri-sendiri.
3. Organisasi dimaksudkan sebagai suatu sistem dengan sifat-sifat sistem yang ada.
b. Menetapkan cara yang tepat
Mengenai teknik pencapaian tujuan ada beberapa teknik manajemen yang perlu diketahui, antara lain:
1. Manajemen dengan sasaran (management by objectives=MBO), teknik ini menggunakan pendekatan pada sasaran organisasi yang dijabarkan lebih lanjut menjadi sasaran unit kerja yang paling kecil.
2. Manajemen hasil (management by result=MBR), teknik manajemen hasil, sesungguhnya memiliki prinsip yang sama dengan teknik MBO, hanya bedanya di sini jelas-jelas pendekatannya kepada hasil (result) dari organisasi yang sudah dapat diukur.
3. Manajemen dengan sistem (management by system=MBS), teknik ini menggunakan pendekatan pada teori sistem yang diberlakukan dengan lengkap di seluruh jajaran/ unit organisasi, mekanisme organisasi dapat berjalan sesuai dengan dinamika suatu sistem dan bersamaan dengan itu manajemen mandorong dan mengamati mekanisme itu agar mengarah pada sasaran.
4. Manajemen dengan motivasi (management by motivation=MBM) teknik MBM mendasarkan pendekatan utama pada pencapaian sasaran melalui sistem motivasi. Motivasi baik materil maupun non materil sebagai alat perangsang ativitas yang bersifat tetap.
5. Teknik manajemen dengan pengecualian (management by exception=MBE), pendekatan yang dipakai teknik MBE ialah dalam pengelolaan organisasi selalu ada hal-hal yang secara strategis tidak dilimpahkan pada orang lain dan tetap berada di tangan pimpinan organisasi, walaupun memungkinkan adanya pelimpahan wewenang.
c. Melaksanakan pekerjaan, menyelesaikan masalah
Dalam pelaksanaan kegiatan hal penting yang harus diperhatikan ialah bahwa manajemen harus senantiasa siap memecahkan setiap masalah yang timbul dan sekaligus memutuskan. Ini merupakan kegiatan kunci manajemen pada segala tingkat.
Berdasarkan tingkat-tingkat manajemen, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan:
- Bersifat strategis konsepsional, ditangani dan dilakukan oleh manajemen tingkat atas. Misalnya mengenai pengembangan organisasi, kebijaksanaan jangka panjang mengenai personal,keuangan, produksi dan pemasaran.
- Bersifat taktis operasional, ditangani dan dilakukan oleh manajemen tingkat menengah. Yaitu mengenai kebijaksanaan jangka menengah, pengelolaan personal, keuangan, peralatan, bahan; cara-cara pelaksanaan yang efektif dan efisien.
- Bersifat teknis operasional, ditangani dan dilakukan oleh manajemen tingkat bawah (supervisery management, first line management). Misalnya mengenai pengaturan tugas personal, pembelanjaan, penggunaan peralatan dan mesin, penggunaan perlengkapan; mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan secara teknis di “lapangan”.
d. Mengendalikan kegiatan/proses pelayanan
Pengendalian dapat dipahami berbeda dengan pengawasan, meskipun keduanya masuk dalam jaringan kegiatan manajemen. Perbedaan itu terletak pada unsur tanggung jawab. Pada pengendalian unsur ini jelas kelihatan sehingga pengendalian menjadi dinamis, disamping unsur-unsur tujuan, rencana, kegiatan, dan standar.
Sistem pengendalian oleh manajemen yang efektif memungkinkan tugas/pekerjaan berjalan lancar dan menghasilkan sesuatu yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas. Pengendalian harus dilakukan karena adanya kecenderungan manusia berbuat kesalahan tanpa unsur kesengajaan, di samping ada juga kecenderungan disertai unsur kesengajaan yang bermotif keuntungan pribadi dengan melakukan pelanggaran dan penyimpangan.

e. Mengevaluasi pelaksanaan tugas/pekerjaan
Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam penyelenggaraan pelayanan umum adalah:
1. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan hasilnya
Evaluasi mengenai kegiatan pelayanan selain dilakukan melalui sistem laporan dan pengamatan di lapangan, juga perlu dicek dengan pertanyaan:
a. Apakah kegiatan administrasi dan pelayanan itu sudah dapat memenuhi keinginan manajemen dalam rangka pencapaian sasaran?
b. Spsksh pelaksanaan kegiatan itu sudah lancar dan memuaskan pihak yang bersangkutan?
c. Bagaimana pendapat pihak-pihak yang memperoleh layanan administratif dan pelayanan itu?
Semua jawaban dikembalikan kepada standar yang telah ditetapkan, baik standar tertulis dalam bentuk SOP, pedoman, norma dan budaya positif yang hidup dalam organisasi.
Pada umumnya ketidakpuasan orang-orang terhadap pelaksanaan pelayanan tertuju pada:
a. Ada dugaan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan (pemutarbalikan urutan, pengurangan hak)
b. Adanya sikap dan tingkah laku dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan yang dirasa tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang berfalsafah pancasila dangan jabarannya dalam P-4
c. Kurang adanya disiplin pada petugas terhadap jadwal atau waktu yang telah ditentukan
d. Penyelesaian masalah yang berlarut-larut, tidak ada kepastian kapan akan selesai
e. Ada kelalaian dalam penggunaan bahan, pengerjaan barang, tidak sesuai dengan permintaan atau standar
f. Produk yang dihasilkan kurang/tidak memenuhi standar, atau yang telah disepakati bersama
g. Aturan itu sendiri dianggap menyulitkan, memberatkan atau dirasa mengurangi/mengabaikan hak mereka
h. Tidak ada tanggapan yang layak terhadap keluhan yang telah disampaikan.
2. Evaluasi sikap dan tingkah laku
Organisasi tumbuh dan berkembang dengan membawa ciri-ciri tersendiri yang dibentuk selama dalam pertumbuhan. Ciri-ciri itu biasanya terlihat pada aturan mengenai sikap dan tingkah laku, apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuat, atau dapat juga diketahui dari doktrin yang ada dan hidup dalam organisasi yang bersangkutan, sumpah atau janji yang diucapkan pada saat diangkat sebagai pegawai/pejabat.
Hal-hal di atas yang diharapkan dapat menjadi budaya organisasi. Dengan adanya budaya organisasi diharapkan tingkah laku anggotannya harus sesuai dengannya, dan semua nilai dalam bersikap dan bertingkah laku dikembalikan kepada budaya organisasi.

2. Penyelenggara Manajemen Pelayanan
Pelayanan adalah suatu proses, karena itu obyek utama manajemen pelayanan adalah proses itu sendiri. Setiap proses mempunyai empat unsur: 1). Maksud tujuan, 2). Sistem/prosedur, 3). Kegiatan dan, 4).Pelaksana. dalam hal pelayanan sebagai suatu proses, unsur proses layanan dipersempit menjadi: 1). Tugas layanan, 2). Prosedur layanan, 3). Kegiatan layanan, 4). Pelaksana layanan.
a. Penanggung jawab fungsi layanan
Penanggung jawab fungsi layanan umum di Negara Republik Indonesia adalah pemerintah, selaku badan eksekutif yang menjalankan pemerintahan sehari-hari, berdasarkan UUD 45 dan UU yang berlaku.

b. Pelaku layanan umum
Pelaku layanan yang utama, dalam hal ini layanan sebagai salah satu fungsi dari pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan dilaksanakan oleh korps Pegawai Negeri Republik Indonesia.sejalan dengan sistem penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang memberikan keleluasaan kepada badan hukum lain ikut menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bagian ekonomi, sosial dan budaya.
Dengan demikian pelaku layanan umum bukan hanya pegawai negeri, tetapi juga pegawai/karyawan BUMN/BUMD, pegawai/karyawan Badan Hukum/Perusahaan swasta, baik yang produknya berupa jasa atau barang.

3. Bentuk Layanan
Layanan umum yang dilakukan oleh siapapun, bentuknya tidak terlepas dari tiga macam, yaitu:
1. Layanan dengan lisan
Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.
2. Layanan melalui tulisan
Layanan melalui tulisan terdiri atas dua golongan, pertama layanan berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan dengan instansi atau lembaga; kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.
3. Layanan berbentuk perbuatan
Layanan dalam bentuk perbuatan sebenarnya tidak terhindar juga dari layanan dalam bentuk lisan, karena terjadi interaksi terhadap penerima layanan, tidak seperti layanan tulisan yang mungkin jauh dari yang mendapatkan layanan, namun layanan dalam bentuk perbuatan yang ditunggu atau yang menjadi titik berat adalah hasil dari perbuatannya dan bukan sekedar informasi.

4. Sasaran
Sasaran Manajemen Pelayanan Umum sederhana saja, yaitu kepuasan. Mengenai kepuasan sebagai sasaran utama manajemen pelayanan, di dalamnya terdapat dua komponen besar yaitu komponen layanan dan produk (dalam hal ini hak).
a. Layanan
Agar layanan dapat memuaskan maka ada empat persyaratan pokok yang harus dipenuhi, yaitu: a) tingkah laku yang sopan, b) cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diterima oleh orang yang bersangkutan, c) waktu menyampaikan yang tepat, d) keramahtamahan.
b. Produk
Produk yang dimaksud dalam hubungan dengan sasaran manajemen pelayanan yaitu kepuasan yang dapat berbentuk: a) barang, b) jasa, c) surat-surat berharga.

Mengatasi Kendala Masyarakat Informasi Dengan Kerjasama Internasional

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



Untuk menjadi masyarakat informasi Indonesia memang harus sudah dipersiapkan dan dibentuk. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat memang sudah dinikmati oleh masyarakat Indonesia, akan tetapi kesadaran masyarakat akan informasi yang akurat masing kurang. Teknologi Informasi, terutama komputer, memang sudah mulai dibutuhkan dan dirasakan merupakan kebutuhan yang tak bisa ditawar lagi, terutama oleh para intelektual, pelajar, para profesional dan kalangan bisnis. Tetapi bagi masyarakat kelas bawah, hal tersebut masih bisa dianggap mewah. Walaupun pengembangan system informasi untuk pemerintah pusat dan daerah terus dikembangkan, tapi masih banyak pemerintah daerah belum berminat membangun atau menggunakan untuk kepentingannya.
Untuk mengetahui seberapa cepat pertumbuhan dalam menuju masyarakat informasi perlu dilakukan pengukuran. Sehingga dapat diketahui kondisi dan kemampuan dari masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk medukung kegiatan sehari-harinya. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk menghilangkan kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan masyarakat informasi.
Untuk mengatasi kendala dalam mewujudkan masyarakat informasi, diantaranya perlu dilakukan suatu penentuan tolak ukur tentang apa yang disebut sebagai masyarakat informasi, diantaranya adalah denganadanya kerjasama pemerintah dengan organisasi IT dunia ITU (International Tellecomunication Union) yang terwujud dalam:
- ‘Tunis Commitment’ sebagai payung politik para kepala negara dalam mewujudkan masyarakat informasi,
- ‘ Tunis Agenda for Action’ sebagai rencana bentuk operasional untuk mewujudkan masyarakat informasi yang meliputi Financial Mechanism, Internet Governancedan Implementation serta Follow-Up.
Setelah terbukanya kerjasama dengan organisasi IT Internasional maka untuk mengatasi kendala masyarakat informasi adalah dengan mengukur seberapa jauh adanya suatu kesenjangan informasi pada suatu masyarakat atau disebut dengan peluang digital.
Telah dinyatakan pada WSIS I dan II, yang bertujuan untuk memperkecil kesenjangan digital diantara negara-negara di dunia. Beberapa indicator telah dikembangkan dalam rangka untuk mengetahui seberapa besar penerapan teknologi informasi dan komunikasi di suatu negara, sehingga dapat dilihat tingkat ketertinggalan negara tersebut bila dibandingkan negara-negara lainnya. Dari beberapa indicator seperti yang tertera pada table tersebut WSIS (Agenda Tunis) mengesahkan dua indeks yang digunakan untuk melakukan evaluasi, yaitu : ICT Opportunity Index (ICT-OI) dan Digital Opportunity Index (DOI).
Setelah permasalahan dipelajari, maka akan diberikan DOI (Digital Opportunity Index), Peranan DOI dalam mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dan komunkasi sangat relevan, karena indeks ini mencakup inovasi dan memberi harapan bagi teknologi baru seperti ‘broadband’ dan ‘mobile internet’. Indeks ini juga dapat digunakan untuk mengkaji pertumbuhan dan mempelajari teknologi informasi dan komunikasi yang baru. DOI selalu melihat kedepan mengenai perkembangan dari teknologi informasi dan komunikasi dari suatu negara.
Masyarakat informasi tidak akan pernah terwujud tanpa adanya komponen pendukung yakni adanya:
Peluang.
Akses dan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu ukuran peluang dari masyarakat informasi. Dua hal tersebut yaitu akses dan kemampuan, merupakan suatu peluang dasar untuk program pengembangan menuju ke tingkat yang lebih tinggi untuk melakukan akses teknologi informasi dan komunikasi.
Akses.
Dimaksud dengan peluang untuk akses disini adalah untuk dapat menggunakan saluran telepon tetap (Fixed Telephone Line) dan atau telepon seluler (Mobile Cellular Telephone). Secara historical, pengukuran akses ke komunikasi universal untuk penggunaan saluran telepon tetap didasarkan pada keputusan yang sifatnya subyektif. Dengan mempertimbangkan pada keadaan dari pelakunya, maka bagaimana peluang akses ke telepon tetap dapat diperoleh yaitu dengan melihat jarak dan waktu. Misalnya mengenai jarak, kebijakan akses universal hanya diberikan kepada penduduk yang berada sekitar dua kilometer. Orang melihat jarak dua kilometer akan berbeda, bergantung pada kondisinya, dianggap dekat bila itu untuk orang yang sehat dan masih muda dan sebaliknya jauh untuk yang tua dan tidak sehat. Waktu juga sifatnya relative, karena bergantung dengan moda transportasi yang digunakan untuk mencapai tempat telepon tetap berada.
Infrastruktur.
Pada kategori ini mencakup indikator akan jaringan (network) seperti proporsi dari rumah tangga dengan telepon tetap, pengguna telepon bergerak tiap 100 penduduk, proporsi dari rumah tangga yang menggunakan internet (akses internet) dirumah dan pengguna ‘mobile internet’ per 100 penduduk. Kategori ini juga termasuk peralatan yang menyediakan ‘interface’ antara pemakai dengan jaringan, disini direpresentasikan oleh proporsi rumah tangga dengan komputer.
Utilitas.
Utilitas menampilkan perluasan penggunaan TIK dan termasuk proporsi dari individu yang menggunakan internet. Beberapa tahun yang lalu masyarakat mengenal telekomunikasi identik dengan layanan telepon (voice), dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat, telekomunikasi tidak hanya untuk suara saja juga data dan yang lainnya. Dan seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pelanggan, maka sudah mengarah ke layanan data broadband. Usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan ini juga memberikan pengaruh pada peningkatan untuk akses pada tingkat fungsionalitas yang tinggi. Tingkat fungsionalitas ini mencakup pelayanan seperti ‘video streaming’ dan aplikasi lain yan diinginkan oleh masyarakat informasi seperti ‘telemedicine’, e-governmet dan e-learning. Penggunaan layanan broadband yang terus meningkat dapat terlihat, pada akhir-akhir ini pertumbuhan trafik data terus meningkat secara signifikan. Penggunanya pun meliputi perusahaan maupun individu yang melakukan proses bisnis dan transaksi secara online.

Kepemimpinan ekonomi yang kokoh dalam konteks global dan lokal (GLOKALISME)

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Negara yang besar adalah Negara yang berkebudayaan, dan kebudayaan bersifat netral yang berarti tidak ada kebudayaan yang menjadi superior dari kebudayaan lainnya. Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam, termasuk kebudayaan dalam mengolah hasil kekayaan alam, yaitu budaya jujur dan saling gotongroyong serta bertanggung jawab(dahulu dikenal sebagai ekonomi koperasi yang berasaskan kekeluargaan). Di era kekinian kebudayaan seperti itu sulit sekali ditemukan pada bangsa Indonesia. Karena bangsa indonesiasudah dipengaruhi isme-isme global tanpa menyaring terlebih dahulu baik dan tidaknya, kita mengenal dalam konteks liberal yang berasal dari kata liebe yang berarti bebas, bebas di sini berarti bekerja tanpa adanya tekanan, baik kepentingan maupun persoalan pribadi, bebas tersebut melahirkan konsekuensi akuntabilitas pada hasil kerja,karena di sini dituntut produktifitas kerja personal serta tidak mengandalkan orang lain/berpangku tangan. lalu kita mengenal paham sosialis yang menekankan pada persamaan, kebersamaan dalam kepemilikan dan peran pemerintah yang kuat untuk menjaga stabilitas ekonomi Negara, yang berpengaruh pada seimbangnya ekonomi makro pada Negara serta ketahanan ekonomi yang kuat, serta paham-paham lain yang berkembang di dunia.
Konteks Glokalisme berarti belajar dari pergaulan global bagaimana caranya Negara-negara di dunia dalam memajukan perekonomiannya serta tidak melupakan kearifan lokal sebagai bentuk ketahanan pribadi (self divence)dari pengaruh buruk global. Kepemimpinan ekonomi yang ideal adalah pemimpin yang dapat memadukan unsur-unsur yang penting dan baik dalam dua mainstream tersebut, serta tegas dalam membatasi hal-hal yang kurang baik dari keduanya. Konsekuensinya adalah kepemimpinan yang nasionalis dan tidak rela untuk menggadaikan kekayaan Negara kepada investor asing, memiliki kepekaan terhadap potensi yang dimiliki oleh Negara (SDM dan SDA) yang dilandasi oleh kejujuran serta rasa bertanggung jawab dalam mengolahnya, karena sesungguhnya tak ada Negara yang maju karena hanya mengandalkan kekayaan alam yang dimilikinya, di sini nilai kejujuran menjadi sangat penting sebagai bentuk responsibility to accountability, lalu dipadukan dengan keefektifitasan kerja yang dikenalkan oleh F. Taylor, yang dikenal sebagai the principles of scientific management serta teori-teori lain yang mengutamakan peningkatan pada hasil kerja yang berkembang di dunia serta memiliki kemauan dan niat yang kuat untuk berbakti pada negara yang melandasi oleh pola kepemimpinannya.
Ekonomi adalah bagaimana caranya mengatur potensi yang jumlahnya terbatas dan tidak terbatas, kepemimpinan yang baik adalah mempunyai prioritas utama dalam bekerja, mendistribusikan potensi yang bersifat terbatas lebih diutamakan agar tidak terjadi kekacauan menjadi prioritas utama serta pandai dalam mengatur potensi yang tidak terbatas agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Inti dari tulisan ini adalah kepemimpinan ekonomi yang baik adalah pemimpin yang memiliki karakter kebangsaan yang kuat serta memiliki kecakapan dalam memadukan antara kearifan lokal termasuk potensi-potensi positif yang terdapat di dalamnya serta memiliki kapabilitas dalam memadukannya dengan paham-paham yang berkembang di dunia.

Proses Menuju Negara Federal, Bergulirkah?

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Ahmad Mujahid Darlan dalam tulisannya yang berjudul “Relevankah Federalisme di Indonesia lebih menekankan pada pokok pikirannya, ia lebih mengeksplorasi gagasan tentang Negara federal dari dirinya sendiri, menurut saya hal-hal yang dikemukakan Ahmad dalam tulisannya lebih bersifat doktrin tentang Negara kesatuan yang “mustahil” untuk dirubah. Ada ungkapan dari ahmad yang menurut saya sangat menarik, yaitu pernyataan beliau bahwa Golkar pada saat itu hanyalah sebagai kendaraan politik yang ditunggangi peguasa saat orde baru, jadi Golkar bukanlah yang seharusnya disalahkan atas masa kelam orde baru. Jika diperhatikan golkar memanglah hanya sebuah organisasi, dalam artian hanya sebuah benda mati tanpa ada inisiator dan penggeraknya, tetapi kenyataannya disadari atau tidak Golkar memang menikmati hasil dari orde baru, kita lihat dari kenyataan bahwa Golkar memiliki dana operasional yang paling basar dibanding parpol lainnya. Jadi menurut saya adanya dikotomi antara Golkar orde baru dengan pasca reformasi merupakan pendapat dari Ahmad yang salah.
Lebih lanjut Ahmad Mujahid melihat sejarah tentang konsep Negara federal yang diterapkan Indonesia pada tahun 1949 sebagai suatu kesalahan dan amat bodoh apabila hal itu diulang lagi, padahal lebih dalam lagi pada masa itu para “founding father” Negara kita sengaja membentuk Negara federal hanya untuk mendapatkan pengakuan dari belanda atas kedaulatan Indonesia, jadi hanya merupakan sebuah batu loncatan dan bukan sebuah niat yang serius untuk belajar “try and error” dari sebuah bentuk Negara, jadi wajar apabila penerapan Negara federal pada saat itu tidak berhasil.
Sebenanya apabila dilihat dari sejarah pembentukannya antara Negara federal dengan Negara kesatuan. Negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa ia dibentuk oleh sejumlah Negara atau wilayah independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing-masing Negara atau wilayah-wilayah itu yang kemudian bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federasi tersebut kemudian berganti status menjadi Negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan federal.
Dalam model Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametrik dari Negara federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan saat kemerdekaan oleh para pendiri Negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu Negara, karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk di wilayahnya bukanlah bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Kemudian baru negaralah yang membentuk wilayah-wilayahnya sendiri.
Dari sejarah pembentukan Negara federal dan Negara kesatuan di atas, secara tegas Indonesia merupakan Negara kesatuan yang mutlak dari awalnya, karena Indonesia terbentuk dari proklamasi yang mengklaim seluruh wilayah nusantara sebagai wilayah dari NKRI, kemudian setelah itu barulah dibentuk wilayah-wilayah administratif yang terintegrasi dalam suatu Negara kesatuan, namun tidak sesingkat itu dalam melihat sejarah bangsa ini, menurut Ahmad Mujahid dalam tulisannya beliau melihat dari sejarah Indonesia bahwa sebelum Belanda datang ke Indonesia, Indonesia terdiri dari barbagai kerajaan yang diantaranya kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang memiliki wilayah yang bahkan lebih luas dari wilayah nusantara. Secara sempit Ahmad Mujahid memaknai wilayah kerajaan Majapahit dan Sriwijaya merupakan sebuah “Negara kesatuan”. Padahal sebenarnya wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Majapahit dan Sriwijaya saat itu tadinya merupakan kerajaan-kerajaan kecil yang ditaklukkan, dan kemudian mengakui bahwa kerajaan kecil tersebut masuk ke dalam wilayah otoritas Majapahit atau Sriwijaya, tetapi kerajaan-kerajaan kecil tersebut masih memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahannya sampai menjalankan urusan pertahanan dan keamanannya sendiri, serta hanya menyerahkan upeti kepada kerajaan pusat yakni majapahit dan Sriwijaya sebagai tanda takluk. Apabila ditelaah lagi, sebenarya konsep kerajaan pada masa itu sudah mencerminkan pemerintahan yang federalistik karena tidak ada undang-undang atau peraturan-peraturan yang secara tegas digariskan oleh kerajaan yang besar untuk mengatur wilayahnya yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil secara keseluruhan. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut tetap memiliki peraturannya sendiri serta proses penghakimannya pun dilakukan di kerajaan kecil tersebut. Wujud persatuan kerajaan-kerajaan kecil tersebut ke dalam kerajaan besar yang berkuasa hanya sebatas upeti dan pengakuan secara lisan bahwa kerajaan kecil tersebut tunduk pada kerajaan besar yang berkuasa.
Berbeda dengan pandangan Ahmad Mujahid, Ni’matul Huda mengungkapkan dalam tulisannya yang berjudul “Sejarah Ketatanegaraan Indonesia, Pilihan atas Federalisme dan Negara Kesatuan” bahwa konsep Negara federal mungkin saja dapat diterapkan dalam Negara Indonesia, hanya saja pemikirannya tidak langsung tertuju pada Negara federal, tetapi bergulir sebagai pemenuhan kebutuhan. Menurutnya konsep desentralisasi yang memungkinkan otonomi pada daerah untuk melaksanakan pemerintahannya secara mandiri termasuk mengelola sumber daya alamnya sendiri dapat merendam untuk sementara hasrat untuk membuat Indonesia menjadi sebuah Negara federal. Selama ini munculnya wacana untuk mengganti bentuk Negara Indonesia menjadi Negara federal sebenarnya muncul karena adanya kesalahan orde baru yang membuat paradigma baru, bahwa Negara kesatuan merupakan Negara sentralstik yang otoriter. Harun Al Rasyid mengatakan bahwa munculnya gagasan Negara serikat dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap berlebihan, juga hubungan antara pusat dengan daerah yang tidak adil khususnya masalah pembagian kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah. Hal penyelenggaraan Negara kesatuan yang bersifat sentralistik bertentangan dengan pengertian Negara kesatuan menurut C.F. Strong yang menganggap Negara kesatuan kekuasaannya terletak pada pemerintah pusat namun dapat dibagi kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah (desentralisasi).
Lahirnya UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang diamandemen menjadi UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah menurut Ni’matul Huda merupakan angin penyegar yang dapat meredam gejolak pemikiran menuju Negara Indonesia yang federal. Menurutnya selama ini sebelum terbitnya UU tentang otonomi daerah, pelaksanaan otda selalu mendapatkan kendala 3P (personil,pembiayaan dan peralatan), pusat hanya menyerahkan urusan ke daerah sedangkan unsur pendukungnya (3P) tidak diserahkan kepada daerah sehingga menambah beban daerah. Kini pasca UU No.22 Tahun 1999 unsur-unsur 3P sepenuhnya diserahkan kepada daerah untuk mengelolanya, sehingga potensi daerah untuk maju tidak akan terhambat oleh pusat.
Saya sangat setuju akan pendapat Ni’matul Huda bahwa kita jangan dulu terburu-buru untuk mengubah bentuk Negara kita menjadi Negara federal, karena tentu saja partisipasi politik dari tiap-tiap daerah di Indonesia masih berbeda-beda dan cenderung rendah, serta pengalaman dan SDM yang masih belum memadai untuk menghadapi persaingan pada Negara federal. Anggap saja otda seluas-luasnya saat ini yang banyak pakar mengatakan sebagai “semi federal” sebagai training menuju demokratisasi Indonesia ke arah yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih sejahtera.

Etnosentrisme, Pedang Bermata Dua

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Abdulkahar Badjuri dalam tulisannya yang berjudul “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” lebih menekankan pendapatnya bahwa etnosentrisme merupakan suatu hal yang buruk dalam proses desentralisasi. Etnosentrisme menurutnya merupakan akibat dari desentralisasi, yang memungkinkan persaingan kepemimpinan di daerah yang tidak sehat, yang menimbulkan krisis keterwakilan, motivasi terhadap kepentingan pribadi, golongan, suku atau kelompok tertentu. Abdulkahar juga mengungkapkan bahaya dari desentralisasi yaitu etnosentrisme dapat menimbulkan isu-isu tidak sehat tentang putra daerah,pejabat pusat yang berbondong-bondong kembali ke daerah untuk membangun daerahnya,serta membunuh karakter seseorang yang mungkin lebih berpotensi dari putra daerah. Lanjutnya beliau juga menyatakan kebijakan tentang otonomi daerah merupakan kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak berdasarkan pertimbangan yang matang.
Sebagai seorang pelajar, saya pun merasakan emosi yang sama dengan penulis tentang sikap pesimistis beliau akan desentralisasi yang baru diterapkan. Namun sebagai seorang akademisi yang baik seharusnya Abdulkahar menimbang sesuatu hal dari sisi baik dan buruknya, memang sudah banyak pakar yang mengatakan bahwa desentralisasi itu baik, namun sebagai bahan pertimbangan saya rasa hal positif pun harus dipertimbangkan juga. Etnosentrisme sebagai dampak atau lebih tepat dikatakan desentralisasi sebagai sarana tereksposnya etnosentrisme yang memang alami ada pada setiap daerah di belahan bumi mana pun memang terlihat buruk apabila dilihat dari segi arti yakni sebuah sikap yang lebih mementingkan kesukuan. Namun saya kurang setuju apabila dikatakan etnosentrisme itu buruk adanya. Apabila seseorang lebih mementingkan diri atau kepentingannya tentu orang tersebut tidak akan mengambil peluang yang kecil dari kepentingan yang besar, dalam artian apabila Abdulkahar mengatakan dengan adanya desentralisasi maka orang-orang daerah yang berada di pusat akan kembali ke daerahnya untuk membangun daerah. Lalu apa salahnya dengan membangun daerah sendiri? Lepas dari daerah kelahiran atau daerah tempat dibesarkan, saya lebih memfokuskan pada kata membangun daerah, karena hal ini yang tidak akan terjadi apabila pemerintahan dijalankan secara sentralisasi. Lalu apakah salah apabila daerah sendiri lebih didahulukan dari pada tidak ada skala prioritas di negara ini yang mana yang harus dibangun lebih dahulu?karena daerah itu jelas terintegrasi dengan negara secara luas. Membangun daerah berarti membangun bangsa, memajukan daerah berarti juga memajukan bangsa. Nasionalisme apa lagi yang dicari?
Lalu apabila ada dampak yang buruk yaitu munculnya salah kaprah seperti munculnya kata putra daerah saya pikir itu merupakan emosi rakyat daerah yang terakumulasi karena selama ini yang menjadi pemimpin di daerah merupakan orang yang berasal dari pusat dan bukan orang yang mengerti keadaan dan potensi di daerah tersebut yang akhirnya kepemimpinan di daerah hanya diisi oleh orang-orang yang hanya memikirkan dirinya dan upeti untuk pemerintah pusat, maka muncullah isu putra daerah dengan harapan orang yang berasal dari daerah dapat melihat kondisi di daerahnya dan lebih dapat memahaminya, walaupun hal ini masih dirasakan sangat utopis. Dan malahan masih banyak putra daerah yang tidak becus untuk memimpin daerahnya, namun saya rasa apabila ada kepemimpinan daerah yang dilandasi oleh rasa kesukuan,agama atau golongan tertentu yang kuat maka daerah tersebut akan maju, minimal pemimpin tersebut tidak memikirkan interesnya sendiri sehingga menimbulkan korupsi dan tak mau daerah tersebut diintimidasi oleh pemerintah pusat. Namun sekali lagi harus ditegaskan memajukan daerah yang bukan untuk memisahkan diri dari NKRI karena sekali lagi pemerintah pusatlah yang paling bertanggung jawab atas ini karena seharusnya daerah butuh keamanan dan ketentraman serta kestabilan daerah yang menyebabkan daerah tersebut tidak akan memisahkan diri dari NKRI.
Jadi dalam hal ini pemerintah daerah hanya memikirkan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan rakyat di daerahnya sedangkan pemerintah pusat berfungsi menjaga kestabilan ekonomi, ketentraman dan keamanan, dan saya rasa hal ini bukanlah utopis apabila seorang pemimpin tidak mempunyai interest yang besar terhadap dirinya sendiri.
Apabila merunut pada sejarah kebangkitan nasional, kita dapat menemukan bahwa Boedi Utomo terlahir sebagai organisasi pertama yang dianggap sebagai perintis dari bangkitnya negeri ini dari kegelapan, namun apakah Boedi Utomo benar-benar sebuah organisasi yang nasionalis? Boedi Utomo merupakan organisasi yang didirikan oleh Sutomo yang bersuku Jawa dan pada masa berjalannya pun organisasi ini hanya berkutat di pulau jawa dan sekitarnya, tidak menerima anggota dari suku lain, bersifat ekslusif serta memiliki visi memajukan suku Jawa. Namun kita perlu bertanya mengapa Boedi Oetomo dikatakan sebagai organisasi perintis kebangkitan bangsa? mengacu dari kenyataan tersebut seharusnya apabila ada paham etnosentrisme seharusnya tidak lantas dikatakan bahwa penganutnya tidak nasionalis atau bahkan membangun daerah sendiri itu perlu dilakukan bahkan didahulukan.
Perlu juga untuk dicurigai, suku Jawa dengan adanya desentralisasi mungkin akan kehilangan peluang untuk menguasai daerah-daerah lain di luar Jawa dengan adanya isu putra daerah karena selama ini suku Jawa merupakan pemegang rating teratas dalam memimpin sejumlah daerah-daerah di Indonesia bahkan di tingkat nasional, sehingga penulis dengan serta merta mengatakan bahwa isu putra daerah sangat tidak elegan dan menjerumuskan.
Etnosentrisme menurut saya merupakan pedang bermata dua yang dapat mengarah pada kebaikan atau pun kepada kerusakan. Jika kita bermain pada hal-hal yang berbau SARA tentu hal tersebut sangat rentan terhadap terjadinya konflik, tentunya konflik kepentingan, kepentingan apakah yang lebih kuat, pribadi, agama, ras, suku ataukah kelompok. Yang terburuk adalah kepentingan pribadi, karena kepentingan pribadi dapat merembet pada kepentingan-kepentingan lainnya. Kepentingan pribadi dapat berkedok SARA, kepentingan pribadi merupakan aktor intelektual yang bermain di atas penderitaan orang lain.
Peluang etnosentrisme dapat mengarah kepada hal yang buruk apabila ada kepentingan pribadi yang sedang bermain di dalamnya, dan dapat menjadi baik apabila atas dasar untuk memajukan suku, ras, atau agamanya. Jadi menurut saya tidak ada suatu hal yang selamanya buruk melainkan ada sisi positif apabila dilihat dari sisi lain dan tidak ada yang salah dengan desentralisasi selama tidak hanya menjadi das sein atau berupa teori saja melainkan dapat menjadi das sollen yang teraplikasi dengan pengawasan yang berjalan dengan baik. Untuk menjadi negara yang maju, try and error menjadi suatu hal yang lumrah, karenanya dalam perjalanannya otonomi daerah di indonesia juga perlu mengalami berbagai masukan dan revisi apabila perlu.
Perlu diperhatikan juga, Abdulkahar menulis artikel tersebut saat UU No.22 Th.1999 masih diterapkan, pada saat itu memang benar adanya bahwa desentralisasi dirasakan masih sangat prematur dengan beberapa kesalahan seperti DPRD yang sangat heavy karena berhak untuk memilih dan mengangkat pimpinan daerah, ketidakjelasan tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah sehingga terjadi kerancuan mana yang menjadi hak pusat dan mana yang menjadi hak daerah,serta adanya kenyataan bahwa daerah masih belum siap dengan implementasi dari UU tersebut. Jadi jelas sekali beliau langsung mengkritisi kenyataan empiris yang terjadi sebagai buntut dari dikeluarkannya UU No.22 dan 25 Th.1999 yang masih prematur tersebut.

Desentralisasi di Indonesia, Sebuah Keterpaksaan?

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Dari pandangan Pratikno, seorang dosen dari Jurusan Ilmu pemerintahan FISIPOL UGM dari tulisannya yang berjudul “ Desentralisasi, Pilihan Yang Tidak Pernah Final ” mengungkapkan desentralisasi merupakan sebuah keterpaksaan, karena yang menelurkanya (pemerintah) pada masa itu mencoba meloloskan diri dari tekanan masyarakat dan tokoh politik yang sudah muak dengan pemerintahan gaya sentralistik orde baru. Saya sangat setuju dengan pendapat penulis yang mengungkapkan pemerintahan Habiebie sudah kehilangan sumber-sumber kekuasaan dan kewibawaan politik dari Soeharto sehingga dengan mudah dapat mengeluarkan UU No.22 Th.1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No.25 Th.1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, namun ada pendapat penulis yang saya kurang setuju yang seakan-akan menyatakan bahwa semua UU sebelum era reformasi itu substansinya buruk termasuk UU No.5 Th. 1974, padahal dalam UU tersebut sudah diperkenalkan konsep desentralisasi dan otonomi daerah hanya saja pada tataran aplikasinya benar-benar jauh arang dari api.
Pratikno dalam tulisannya tentang desentalisasi di Indonesia sangat mengedepankan pada argumennya yang menurut saya tajam tapi kurang menambahkan data dan fakta sehingga sangat sulit untuk menyandingkannya dengan fenomena apa yang sesungguhnya terjadi pada masa itu. Apabila berbicara tentang keburukan dari pemerintahan Orba dan Orla saya sangat setuju dengan pendapat beliau yang mengatakan bahwa Orba sangat sentralistik dalam menerapkan sistem pemerintahan dan keuangan daerah dan sangat jawa sentris sehingga timbul dikotomi antara Jawa dan luar Jawa dan menurutnya dua permasalahan tadi merupakan kelanjutan dari masalah yang pernah ada dan belum terselesaikan pada era Soekarno.
Namun saya kurang setuju pendapat beliau yang mengatakan bahwa permasalahan militer telah selesai pada masa orba, menurut saya permasalahan militer justru lebih pelik pada masa orba dimana pada era soekarno militer dapat dikendalikan di bawah panglima tertinggi yaitu soekarno dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap negara karena paradigma yang dibentuk militer saat itu adalah “bagaimana mempertahankan kedaulatan negara” yang timbul akibat panjangnya masa Indonesia dijajah oleh negara lain, sedangkan paradigma militeryang terbentuk pada masa orba yakni “bagaimana mencapai dan mempertahankan kekuasaan” karena penerapan sistem dwi fungsi ABRI yang melibatkan militer dengan kehidupan politik sehingga tugas mempertahankan negara justru malah terbengkalai, akibatnya loyalitas “semu” dari militer terhadap negara melahirkan bibit-bibit arogansi militer dalam struktur sosial di masyarakat. Militer secara strata sosial menganggap dirinya lebih tinggi dan lebih terhormat dari sipil, banyak kalangan militer yang menjadi pebisnis baik legal maupun illegal serta banyak dari kalangan petinggi militer yang lebih memilih duduk di kursi MPR daripada mengatur prajuritnya yang tentu saja membuat rakyat Indonesia semakin menjadi bulan-bulanan dari pemerintah tidak hanya di golongan elit politik sipil melainkan juga dari golongan elit politik militer.
Dalam pandangan saya, desentralisasi merupakan satu paket dari negara kesatuan, dalam pandangan C.F. Strong yang mengungkapkan bahwa negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah, dan pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah daerah berdasarkan hak otonomi (desentralisasi). Jadi apabila ada pendapat yang menyatakan bahwa negara Indonesia pada masa pemerintaha orde lama dan orde baru tidak ada undang-undang yang mengatur tentang desentralisasi adalah salah, pada UU No.1 Th. 1957 dan UU No. 5 Th. 1974 semuanya terdapat pasal yang mengatur tentang desentralisasi. Hanya saja memang diakui pada kedua era tersebut penerapannya masih berpola sentralistik dan tentu saja inkonstitusional.
Namun perlu dipahami bahwa penerapan desentralisasi pada suatu negara juga merupakan sebuah kebutuhan dan tidak absolut harus diterapkan pada suatu negara. Saya paham sekali pada masa-masa awal pemerintahan Soekarno belum ada UU yang mengatur tentang desentralisasi sehingga UU tersebut baru lahir pada tahun 1957, karena pada masa itu negara indonesia merupakan negara yang baru merdeka dan sangat rentan sekali terjadinya disintegrasi bangsa, karenanya pencitraan pemerintahan nasional yang berwibawa sangat penting untuk meyakinkan daerah bahwa pemerintah yang berkuasa benar-benar layak untuk memimpin bangsa sehingga pola sentralistik saat itu dirasakan perlu, namun apabila niat yang melandasi lahirnya sentralistik mulai berorientasi untuk meraup sebesar-besarnya kekayaan daerah sudah menjadi buruk dan sangat menyalahi kaidah dari konsep negara kesatuan itu sendiri. Desentralisasi menjadi sangat fundamental apabila daerah sudah dapat mengembangkan potensinya sendiri sehingga otonomi daerah menjadi penting untuk dilaksanakan, apabila tidak dilaksanakan tentu saja dengan perlahan akan membunuh karakter kepemimpinan daerah, contohnya saja pada era reformasi sekarang yang sudah menerapkan pemilihan kepala daerah secara langsung, tidak sedikit kepala daerah yang notabene adalah putra daerah dan ditelurkan dari proses demokrasi yang tidak kompeten dalam memimpin daerahnya, tentu saja hal ini terjadi karena adanya ”cultural shock” dari penunjukan kepala daerah yang mendiskreditkan putra daerah menjadi pemilihan kepala daerah yang ”mengharuskan” putra daerah untuk maju walaupun ”tanpa persiapan” yang matang.
Pandangan pesimistik dari Pratikno sangat timbul pada pendapat beliau yang mengatakan bahwa tidak ada yang final dalam politik, seakan-akan menyiratkan politik merupakan hal yang sangat absurb dan tidak akan pernah selesai bahkan mungkin tidak memiliki tujuan yang jelas karena tidak final, padahal politik merupakan suatu proses yang melibatkan semua elemen bangsa yang bertujuan untuk menyejahterakan kehidupan bangsa dan negara, dan bukan untuk menyejahterakan kelompok dan kepentingan tertentu, selama politik masih digunakan untuk meraih kesejahteraan kelompok dan golongan tertentu, tentu saja dapat dipastikan bahwa pendapat dari penulis bahwa tidak ada yang final dalam politik adalah ’absolutely right’ dan benar adanya karena kebutuhan manusia tidaklah terbatas. Menurut saya politik dapat menjadi final apabila sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat banyak setidaknya memenuhi hukum Gossen 1 yang mengungkapkan bahwa kebutuhan apabila terpenuhi secara terus menerus maka indeks kepuasan akan mencapai titik nol kembali atau telah mencapai ’break event point’, dan itu tidaklah mustahil apabila kebijakan politik memiliki tujuan yang jelas dan bersifat final.

Gaya Kepemimpinan Baru Versus Status Quo Yang Didukung Rakyat

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



Oleh: Gilang Ramadhan IP'05
Pembentukan Mental
Bangsa indonesia yang dijajah bangsa belanda selama ratusan tahun ternyata banyak menyisakan warisan-warisan yang “berharga” diantaranya adalah mental yang membentuk kepribadian bangsa ini. Dahulu bangsa belanda tidak memperbolehkan orang pribumi untuk bekerja kecuali kerja kasar dan mengenyam pendidikan yang layak, orang pribumi hanya diajari bagaimana caranya menjilat dan membuat senang pimpinan, kerja pun tak harus efektif asalkan laporan hasil kerja baik maka pekerjaan pun “dianggap” baik. Akhirnya sikap malas berusaha, hipokrit, dan mental buruk lainnya yang sampai sekarang masih menggerogoti kemajuan bangsa ini yaitu mental menyalahgunakan wewenang atau korupsi.
Peran Media
Saat ini rakyat indonesia sudah benar-benar dimanjakan oleh bebasnya media dalam mengeksplorasi berita, dalam hal ini secara tidak langsung mental di atas turut andil dalam membentuk opini publik. Media terus menerus mengekspos pemberitaan mengenai keadaan pak Harto sejak beliau sakit sampai beliau wafat. Pemberitaan yang disuguhkan media seakan-akan mengembalikan kembali kejayaan sang penguasa tersebut setelah hilang dari kancah politik sejak mei 1998,hampir seluruh stasiun TV menayangkan keadaannya bagai seorang yang kembali dari pertapaannya. Pemberitaan yang bertubi-tubi tersebut seakan telah menghilangkan secara perlahan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh beliau, akhirnya karena mental malas untuk mencari pembenaran ditambah romantisme yang berkepanjangan karena lamanya durasi kepemimpinan pak Harto lalu pemberitaan yang membombardir maka hilanglah segala yang pada masa reformasi telah diperjuangkan dengan darah.
Peran Pemegang Status quo
Mental bangsa indonesia yang termanifestasi di dalam pembentukan frame of reference dalam memahami suatu fenomena ditambah media kuranglah lengkap untuk membentuk suatu opini publik yang diinginkan, selanjutnya adalah dukungan dari pemegang status quo yang berkepentingan dalam menggiring mass opinion. Inilah kekuatan massif yang terlihat seakan-akan mengindividu, terlihat dari pertama seorang tokoh pemimpin fraksi suatu partai di DPR yang mengusulkan gelar pahlawan untuk pak Harto, kemudian setelah media mengarahkan wacana tersebut dan menggema di khalayak timbullah opini-opini lain yang sama dan menguatkan opini orang pertama tadi, maka kekuatan pemegang status quo tadi akan bertambah seiring dengan berjalannya waktu untuk mengulingkan kekuatan baru yang menginginkan pembaharuan.
Kemungkinan besar setelah semakin mendapatkan kekuatan opini publik ditambah menunggangi sosok seorang yang besar karena “diselamatkan oleh keadaan” maka kekuatan status quo tadi akan tetap ada dan memegang peranan penting dalam pemerintahan dan akan tetap selalu mengatur bahkan mengkounter kekuatan-kekuatan politik lain yang berusaha menampilkan gaya kepemimpinan baru yang mungkin berindikasi bisa merubah peradaban bangsa indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Pak Harto adalah status quo yang telah tiada namun akan selau ada orang orang yang akan tetap mempertahankan status quonya untuk setidaknya tetap barada di pucuk pimpinan di dunia politik. Seharusnya pemerintah yang sekarang berkuasa merasa cemburu saat rakyat masih mendukung bahkan mencintai pemegang status quo, bahkan masih harus membenahi diri dan mempertanyakan apa yang kurang pada pemerintahannya dan mencoba untuk tampil lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya, setidaknya memberikan sesuatu kenangan yang indah yaitu demokratisasi yang diiringi dengan pencerdasan pelakunya sehingga melahirkan kesadaran berpolitik yang tinggi dan menjadikan kearifan bangsa sebagai pangkal dalam kearifan berpolitik. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan SBY dalam mencerdaskan bangsa ini dan mencabut sampai akar-akarnya mental bobrok bangsa ini,bukan malah mempertahankannya demi kekuasaan, rakyat bukanlah milik status quo apalagi menjadi pendukungnya, rakyat adalah milik perubahan karena dinamika hidup selalu berubah, itulah gaya kepemimpinan baru yang seharusnya diimpikan.

Demokrasi Menggugat; wujud transformasi demokrasi bagi Indonesia.

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Oleh: Gilang Ramadhan IP 2005
Tak aneh jika kita melihat sekelompok orang meneriakan slogan-slogan keadilan, demokrasi, kesejahteraan, dll. Sambil merusak pagar, membakar ban, melempari petugas bahkan melakukan penjarahan dan perusuhan. Lalu apakah itu yang disebut demokratis? kemudian sekelompok mahasiswa yang notabene sebagai the opinion maker melempar isu kepermukaan tanpa tahu pasti kebenaran dibaliknya, tanpa investigasi dan penggalian fakta. Apakah itu yang disebut demokratis? Juga para decession maker yang memaksakan kebijakannya tanpa melalui proses referendum yang mengaffirmasikan concern politiknya saja tanpa mengonsiderasikan kepentingan umum. Saat pesta demokrasi selalu diwarnai dengan kerusuhan dan pengrusakan fasilitas public karena calon pemimpin pilihannya kalah. Apakah itu yang disebut demokratis? Lalu apa sisi yang baik dari demokrasi sehingga Negara-negara maju begitu mengagung-agungkannya? Ataukah bangsa Indonesia sendiri yang terlalu tidak menghargai proses, sehingga hanya menginginkan sesuatu yang instan?
Menurut Nurcholis Madjid pada jaman Orde Baru yang berezim otoriter Indonesia telah mencapai stabilitas social politik, dengan merujuk pada ilmuwan politik Belanda Arend Lijphart, bahwa stabilitas politik secara otomatis pasti memiliki watak demokratis sebab stabilitas yang tidak demokratis tidak lain hanyalah penampakan luar saja, yang didalamnya mengandung bibit-bibit kekacauan ibarat bom waktu (Madjid 1985a: 12). Di dalam pendapatnya Cak Nur lebih menekankan adanya stabilitas politik sebagai suatu prasyarat dari terciptanya demokrasi. Tetapi juga keadaan stabil atau keajegan yang dipaksakan juga akan menimbulkan kekacauan di masa datang seperti bom waktu. Jadi, stabilitas social politik dan demokrasi menurut penulis malah tidak bisa dipisahkan, demokrasi adalah masalah selera apabila kepentingan sudah terpenuhi maka dengan sendirinya stabilitas tersebut akan muncul, begitu juga dengan stabilitas social politik akan terwujud apabila demokrasi berjalan dengan baik.
Demokrasi disusun oleh dua pilar yang tak terpisahkan yaitu hukum dan ekonomi, kepastian hukum dapat terpenuhi apabila keadaan ekonomi di Negara tersebut stabil, Ekonom Didin S. Damanhuri menyatakan “Model social –demokrat dapat merupakan referensi penting dalam rangka demokratisasi pemikiran ekonomi sekaligus mendorong demokrasi ekonomi dalam arti nyata di negeri kita Indonesia tercinta (Damanhuri 1990: 87). Keadaan ekonomi tidak dapat stabil begitu saja tanpa adanya kepastian hukum, seperti peraturan tentang investasi, peraturan tentang kebijakan pasar (market policy), dll.
Sebenarnya yang menjadi masalah di Indonesia bukan pada demokrasi dalam arti luas, tetapi demokrasi dalam arti sempit dalam artian mengikuti implementasi demokrasi dari Negara lain. Sebagai contoh para aktivis berpendapat bahwa dengan adanya people power seperti di Filipina yang melakukan revolusi berdarah dapat mendirikan demokrasi yang sebenarnya ke dalam tempatnya yang tertinggi yaitu kekuasaan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan pemikiran seperti itu maka kekerasan menjadi hal yang wajar dalam mewujudkan demokrasi, yang mengarah pada brutalisme. Padahal itu adalah suatu fase yaitu tahap penggulingan rezim yang otoriter, tetapi membangun demokrasi adalah sesuatu hal yang sangat berbeda. Pengalaman Negara lain dapat pula memberikan ide yang terkait dengan fase ini dalam proses demokratisasi, tetapi tidak selazim ide-ide tentang penggulingan otoriterianisme, dan ide-ide semacam itu tidak sesuai dengan tuntutan gerakan prodemokrasi di Indonesia.
Menurut Deliar Noer, tidak ada model demokrasi asing yang cocok bagi Indonesia, tetapi prinsip-prinsip tertentu (misalnya pemerintahan tanpa korupsi, pers bebas, dan HAM) dapat dipinjam dari berbagai Negara. Indonesia harus memilih apa yang cocok bagi negeri ini (wawancara 17/05/94) menurut Arief Budiman seorang demokratik sosialis, beberapa pelajaran umum dapat diambil dari Negara-negara lain, tetapi tidak mungkin meniru, misalnya peristiwa di Filipina dan Thailand. Masyarakat Indonesia jauh lebih Heterogen (menyangkut etnis, agama, kelas) dibanding Negara-negara lainnya di Asia Tenggara. jadi, demokrasi seharusnya merupakan sebuah manifestasi dari kebudayaan bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kebangsaan, karena demokrasi merupakan referendum bersama, apabila musyawarah dirasa paling merepresentasikan kepentingan-kepentingan bersama maka itulah demokrasi karena demokrasi itu apa yang dirasa cocok dan sesuai selera, tanpa meninggalkan belajar dari pengalaman Negara-negara lain dan bukan dengan meniru. Demokrasi hanyalah sebuah rename bukan redesain dari budaya yang telah mengakar di nusantara sejak lama, maka kekerasan, pelanggaran HAM, otoriterianisme, dan anomali-anomali lainnya yang akhir-akhir ini berkembang di Indonesia terjadi bukan karena kesalahan demokrasinya, tetapi karena kita telah melupakan nilai-nilai penting yang seharusnya menjadi pondasi bagi berkembangnya demokrasi di Indonesia.

Bertumpu pada batu, berkaca pada hidup

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



Guys! Tentu kalian semua tau dan pernah melihat batu, entah di jalan, di sungai atau mungkin terselip di balik sandal yang kalian pakai?, ya itulah batu nankeras, hitam, dengan bentuk yang tak pernah simetris dan selalu di balik bayangan manusia alias gak pernah diperhatiin. Kalo kita sedang jalan kaki tentu setiap hari pasti kita menginjak batu dari berbagai ukuran, mulai dari yang kecil atau yang sudah dimodifikasi (semacam paving block) sampai yang paling besar (di perut bumi), tapi guys pernah gak sih kalian perhatiin walau sekejap (ciee..) apa jadinya hidup tanpa ada batu? Wah pasti gak kebayang friend. Tau gak sih? Bumi itu sebagian besar terdiri atas batuan yang berlapis –lapis, mulai dari lapisan lunak sampai lapisan yang keras yang kita injak sehari-hari, trus batu pula merupakan bahan yang paling berperan penting dalam struktur materi bangunan apa pun mulai dari rumah, jalan, gedung bertingkat, jembatan sampai patok kuburan (hiiii..), kalian juga tau kenapa di sungai banyak terdapat batu-batu? Ternyata jika di sungai gak ada batunya alias plong aja erosi yang disebabkan arus sungai akan membawa tanah yang berada di dasar sungai menuju lautan tanpa ada penyaringnya karena menurut hukum fluida, cairan yang mengalir akan menyebabkan arus yang menimbulkan adanya gesekan pada dasar sungai dan wal hasil ga kebayang deh gimana nasib daratan dan sirkulasi air yang terjadi di dalamnya dan gak akan ada bagian nosel di sungai yang biasa dijadikan manusia sebagai tempat yang cocok untuk bendungan karena memiliki aliran deras yang cocok untuk menggerakan turbin dari generator pembangkit listrik, termasuk biota ikan salmon yang bernaung pada batu saat musim bertelur tiba, pasti mengerikan jadinya bro!
Itulah guys beberapa kegunaan dari batu, lho kita koq jadi ngomongin batu?!? Bukan itu yang menjadi intinya, kalo gitu aja mah jadi belajar geologi , tapi sekarang coba kalian pikir dulu deh, apakah batu pernah mengeluh pada Tuhan karena selalu dieksplorasi oleh manusia setiap harinya, tanpa manusia pernah sadar siapa itu batu, tentu tidak kan? Batu tetap saja diinjak tanpa rasa pri-kebatu-an dan tidak diperhatikan, tetap hitam dan tetap berbentuk asimetris semaunya.
Tapi saya nulis ini bukan agar kalian tiba-tiba jadi mencintai batu, menimang-nimangnya, apalagi memikirkannya, bukan itu bro! batu tetaplah batu. Nah sekarang kita ke permasalahan tentang korelasi kurva di atas dengan pokok bahasan kita yaitu merefleksikan fenomena batu tadi dengan hidup kita, the question is, sanggupkah kita yang sudah merasa hebat bisa seperti batu yang mempunyai filosofi “rendah tetapi tinggi”? pujangga arab pernah berkata: “orang yang tawadu’ bagai genangan air yang selalu berada di bawah, tetapi pada hakikatnya dapat memantulkan cahaya bintang yang sebenarnya berada di tempat yang sangat tinggi, dan orang sombong bagaikan asap yang membumbung tinggi tetapi hakikatnya akan hilang kemudian”. Tuh, jadi tambah kacau kan? Dengan sombong memang kita bakal kelihatan hebat tetapi sesungguhnya semua akan menghilang musnah dan jatuh dalam kehinaan alias pongah, tapi lihat manusia yang memiliki sifat tawadu’ dia selalu menganggap dirinya bukan apa-apa dibanding yang lain padahal dialah the real star! Not a smoke which lost in the sky. Selain mengajarkan tawadu’, ciptaan tuhan itu (batu.red) juga mengajarkan kita arti berkorban tanpa rasa pamrih. Bro, please deh sebenernya apa yang kita harapkan dari pamrih? Pujian? Di elu-elukan? Ah itu mah Cuma sementara, ntar juga orang kembali gak merhatiin kita, gak mungkin kan orang mau memuji kita setiap hari sepanjang masa? Apa orang yang ditinggikan karena kredibilitasnya? Itu pun tidak berlangsung lama –seperti fenomena AA Gym—karena hakikatnya gak ada yang kekal abadi kecuali orang-orang yang diberikan julukan oleh tuhan dengan title “ikhlas”, pasti abadi dan sepanjang masa.
Jadi fren, berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan tanpa memikirkan kompensasinya (kecuali kerja, kudu digaji atuh!) karena semua itu adalah benih yang kita tanam untuk kita panen di akhirat kelak. Dan ingat! Tetap tawadu’ sehebat apa pun kalian, karena tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya sebesar biji zarrah (debu) dari kesombongan, karena orang sombong termasuk orang yang mendustakan agama, karena Tuhanlah yang patut sombong, bukan kita! Terakhir, transformasikan dirimu guys, semoga kita termasuk orang yang senantiasa dibukakan pintu hatinya (amien).

hidup dan berbuat

Posted by Gilang Ramadhan on Senin, 02 November 2009 , under | komentar (0)




saat kumenatap jauh untuk berjuang
bahkan tatapan itu terhalang oleh bola mataku yang minus
saat kumenatap dekat tuk berhenti sejenak
benakku menghalangiku karena waktu terus mengejar
hidupku selalu berliku tanya tentang apa yang akan terjadi
jika aku berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu
namun kuyakin tak ada yang sia-sia dari perbuatan
entah itu salah ataupun benar
itu adalah akibat
dan akibat itu mendekati suratan yang kita miliki masing-masing saat di lauh mahfuz
apa itu suratan?mengapa itu sangat penting?
suratan bukanlah segalanya namun pasti
seperti kau yang menaiki kereta api
kau menentukan sendiri kemana kau akan pergi
namun kereta yang kau tumpangi tak bisa melanggar jalurnya
itulah suratan....
saat kau berjalan dari rumah menuju stasiun kereta
itulah perbuatan....
mana yang kau pilih?
untuk berbuat atau terus mempertanyakan jalan yang akan kau pilih

Pertempuran Hati

Posted by Gilang Ramadhan on Jumat, 30 Oktober 2009 , under | komentar (0)




kata-kata yang indah mungkin tak sulit untuk diungkapkan
seperti bicara siang pada saat malam
atau bagai malam hari yang lelap karena lelah
tapi merasakan apa yang terucap teramat sulit
seperti bocah berkicau kata-kata yang tidak dimengertinya
atau memanggil hujan yang seyogyanya tugas Tuhan
aku bukan merapal
atau meracau saat kubicara cinta padamu
aku merasakan panas
aku merasakan dingin diwaktu yang sama
itu sebuah pertempuran sayang,
pertempuran yang amat berat untuk memilih diantara beribu peluang
bahkan hatiku sendiri.....
namun....
mengapa saat telah kubuktikan semua
kau malah meracau
kau seperti merapal mantera
kau seperti bocah
kau seperti siang yang menyengat.......
itukah yang bernama melankolis yang teramat coleris?

Elegi Roda berjalan

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)




Kita semua menyaksikan pertemuan
dan pasti menyesakkan perpisahan
namun hidup merupakan stasiun kereta
tempat bertemunya rel-rel besi
yang mengantar manusia untuk menemui atau berpisah
dari orang yang dikenalnya....
apa arti perpisahan?
tidak selamanya perpisahan menyedihkan
tidak selamanya kita mengutuki perpisahan
jika kita mendapatkan pelajaran indah
dibalik peristiwa itu....
tidak selamanya pertemuan menyenagkan
tidak selamanya kita menyenangi pertemuan
jika kita mendapatkan pelajaran pahit
di balik peristiwa itu....
kita semua roda-roda berjalan
yang mengiringi langkah manusia
sampai roda itu berhenti dan diganti dengan yang baru...

kapitalisme dunia dan islam

Posted by Gilang Ramadhan on Sabtu, 25 Juli 2009 , under | komentar (0)



Apa substansi dalam sistem kapitalisme global dan kaitannya dengan ajaran islam?
pada masyarakat yang menganut kapitalisme menggunakan paham yang disebut liberalisme sebagai implementasi dari individualisme, tenet yang terdapat dalam liberalisme sebagai pondasi dari kapitalisme adalah rasionalisme, materialisme, riset, meliorisme, yang melahirkan idealisme hari ini harus lebih baik dari kemarin yang dapat memotivasi produktivitas kerja dan kompetisi yang ketat dan yang terakhir adalah demokratisasi sebagai tonggak utama dalam liberalisme, karena dalam paham liberalisme menentang adanya penguasaan aset-aset bisnis oleh negara dan persaingan tanpa pengawasan dari negara. pada sistem kapitalisme adanya kredit mutlak ada, karena kredit berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk meminjam lebih besar merupakan investasi untuk mendapatkan keuntungan. namun adanya kredit terutama bagi negara-negara berkembang merupakan ajang bagi kepentingan adidaya untuk mendikte kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara yang berhutang, khususnya kebijakan investasi dan eksplorasi kekayaan alam yang dijadikan jaminan. pada kapitalisme juga terbuka wacana tentang sistem finansial internasional, lembaga-lembaga finansial internasional yang bekerjasama dengan otoritas moneter nasional saat terjadi krisis, yang saat ini diwakil oleh IMF sebagai pemelihara sistem perbankan internasional. yang intinya ingin membuat dunia dalam kekuasaan satu rezim kuat yang menguasai keuangan global__yang lazim disebut kerajaan abstrak__
pada poin-poin di atas, sebenarnya sebagian penerapan sistem kapitalisme dekat dengan ajaran islam__diluar konteks teori yang dipraktekkan oleh kapitalis__islam mengenal sistem khilafah (pan-islamisme) yang menginginkan dunia dalam satu imperium kerajaan islam, namun meliputi semua aspek, sedang kapitalisme hanya mewakili aspek ekonomi. dalam kapitalisme dikenal adanya masyarakat terbuka sebagai prasyarat adanya globalisasi/ dalam konteks islam dikenal adanya silaturahmi (hubungan antar negara), World Bank sebagai pengatur perekonomian dunia agar mencegah terjadinya penguasaan aset publik oleh negara dan menjamin kebebasan individu untuk bersaing dalam usaha, pemberian pinjaman bagi kompetitor yang kurang mapan bersaing karena tidak memiliki modal cukup (namun dalam islam tidak dikenal bunga yang dikenal adalah sistem bagi hasil) kepastian investasi usaha usaha dengan hukum yang pasti tentang pengaturan perijinan dan pelarangan eksplorasi secara berlebihan, akhirnya tak ada masyarakat yang berpangku tangan __zaman khalifah Harun Al Rasyid zakat tidak diperlukan karena masyarakatnya sudah makmur__namun, jauh panggang dari arang, jauh teori dari kenyataan, lagi-lagi kepentingan individulah yang lebih berperan sehingga tidak memikirkan keruntuhan orang lain yang menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan negara miskin dan kara, antara dunia pertama dengan dunia ketiga. dan lebih disayangkan lagi perusahaan-perusahaan multinasional yang seharusnya menjaga stabilitas ekonomi dunia adalah penyumbang terbesar kehancuran dunia, yaitu penyokong senjata bagi negara-negara Adidaya demi kepentingan gold, glory, dan gospel mereka. hal senada dikemukakan Dr. Yusuf Qardlawi bahwa globalisasi merupakan westernisasi dunia atau Amerikanisasi dunia yaitu sebuah eufimisme dari penjajahan model baru Amerika terhadap negara-negara dunia ketiga khususnya perluasan filsafat materialistik sebagai tenet dari liberalisme.

hati

Posted by Gilang Ramadhan on Minggu, 28 Juni 2009 , under | komentar (0)



jika ku berjalan

sejengkal demi sejengkal ku selalu bertanya
apakah hatiku yang kaubawa bersama langkahmu slalu kau jaga?
ataukah kau simpan di dalam peti emas di dalam kamarmu?
atau selalu kau basuh dengan peluh sakitmu?
mungkin kau selalu lupa saat kau membawanya bersamamu
dia selalu berkata
kasihku kemana akan kau bawa aku?
apakah dia yang "sesungguhnya" mengetahui akan dibawa kemana?
atau sekedar bermain dan mengolok-oloknya
lalu dengan yakin pasti bahwa hati akan memaafkan
padahal
ketika kau gores suatu benda
walaupun sudah kau perbaiki
tapi sisa goresannya akan tetap ada....
dan akan bertambah seiring goresan yang kau berikan
lalu menjadi cacat dan tidak bernilai....

kepercayaan

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



kepercayaan ....

sesuatu yang kita bawa di awal hidup dan dipertaruhkan pada saat kematian
kumulai nafas hari ini untuk dipercaya dan mempercayai seseorang...
percaya
bahwa
aku akan membawa kepercayaannya pada relung hati terdalam dan kubuka kelak saat ia meminta
dipercaya
bahwa
jiwa dan ragaku adalah konsekuensi dari segala bentuk dipercaya
mempercayai
bahwa
dia pun akan menjaga kepercayaanku yang kutitipkan pada sehelai kertas lusuh dan rapuh yang menjadi kuat karena cinta...
karena cinta
kita akan menjaganya

rata

Posted by Gilang Ramadhan on Jumat, 29 Mei 2009 , under | komentar (0)



halamanku, rumah seorang pesakit
yang dinaungi beban langit yang hampir runtuh,jika
aku, dia dan yang tak memiliki jiwa mau mengakui, bahwa
terlalu banyak kontur dalam hidup, bukan
memiliki laut dan camar yang melewatinya, karena
aku, dia dan yang tak memiliki jiwa bukanlah investor alam, tetapi
rabb tak pernah mengakuinya, dan
aku bukan seorang komunis……

karung

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



tak tertata apalagi menengadah pamer
bukan ruh yang menyinari dunia yang tak berbicara
lagi-lagi senyum cerah menghiasi saat ku dipakai lomba 17-an
itulah….dunia indahku
tidak seperti kau sutera hijau
tertata rapih dengan mahkota perak yang anggun, namun…
lagi-lagi wajah angkuhlah yang menghiasi saat kau di catwalk
Rabb….Syukurku padamu

aku

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



Aku bukan rumput yang merunduk karena dibasahi embun
aku bukan awan yang hitam karena mendung
aku bukan laut yang pasang ketika malam
aku bukan hidup yang mati saat ajal
aku bukan dia apalagi mereka
aku bukan saksi dari kenyataan
aku……..dirimu yang mengenalku?

mungkin

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



telaga biru, dahagaku mungkin kamu…
dua bilah kayu sumpit, atau pedang dengan matanya mungkin jalan kita…
bunga sakura yang indah karena tertiup angin, mungkin aku denganmu…
terotoar dan orang gila yang tertidur di atasnya, mungkin kenyataan…
dalam dua ada satu-satu yang mungkin berjiwa sama
mungkin juga berbeda!

half past

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



sunyi,sepi yang menguak di tapal batas gelap

seberkas sinar yang baik datang tapi malu-malu lewat kelambu

jika kubuka tabirnya maka putih cantik mukanya bukanlah angan,

tapi obat malam yang menyinari mata…

jika senja hari tak gelap,tentu ku tak akan melihatmu

bercanda dengan hidup,lalu pergi saat penjaga malam pulang

tapi,mengapa malam ini kau tak datang?

rindu

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



saung kecil di tengah hamparan sawah, terlihat cantik dan kekar dari jauh

jenguklah sejenak maka kau akan menemukan kerapuhan sejati

diteriaki rayap-rayap jahat

disapu hujan dan terik matahari

itulah kerinduan sejati, berawal dari keteguhan untuk tetap konsekuen

lalu terjebak dalam pilihannya, dan hancur perlahan

satu pertanyaan: adakah cinta yang mencegah kehancuran?

satu jawaban : rindumu pada tuhan 90%, dan orang yang kau cintai 10%

terjemahkan menurut dirimu

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



apa yang kau rasa dari sesuatu yang memaksa?
ketika pertentangan mulai menampar pada satu sisi dan sisi lain kelembutan yang mematikan..
adalah hidup jika kau terus mengayuhkan kaki
lalu memutar otak tuk tetap mawas diri
jika kau rapuh…apakah cinta dapat kau harapkan tuk bangkitkanmu,
atau penuntunmu saat kau buta?
atau sekedar formalitas yang membosankan???
aku si cauvinis yang menentang orang lain tuk merasuk di diriku, apalagi hatiku!!!
kecuali jika ia bisa menonjokku telak, dan mewarisi kekasaran ares!
makna, temukanlah hidup jika kau punya cinta

jalan hati

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



jika awan tak meluruskan niatku
maka aku akan paksakan bumi mendengarku
jika bumi angkuh tak bergeming
maka kucaci lautan tuk memudarkan birunya
bila laut tenggelamkanku
maka aku hanya memiliki satu cara
satu jalan
mendengarkan hatiku…..

DIA

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



mengapa hidup berubah
mengapa hati tak sanggup berkata
tuk sekedar mengucapkan
aku kesepian
sahabat
teman
dan kasihku
semua hanya datang mengikuti arus waktu
lalu semua menghilang
hanya DIA
harapku tuk temani
janji, harapan dan anganku pada DUNIA

tak berharap

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



baris berbaris menjaga harapan

dukung mendukung menghalangi musuh melaksa

jika aku menjadi tanah mungkin akan malu jika yang “menginjakku” ternyata juga saling menginjak sesama

jika aku menjadi awan mungkin akan murka jika yang menatapku hanya mendoa untuk merendahkan sesama

aku bersedih saat menjadi batu yang hanya diempar lempar untuk mencari kesalahan dan menyakiti sesama

aku pun berdoa mengharap, tak menjadi alat yang dipertuan atau benda terhina yang dilukai

aku hanya anak kecil yang berharap ibu kan datang dan menimangku penuh sayang

simponi jiwa

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



menitik pada satu titik, saat berat menahan satu jerat, letih menilih pedih saling silih, antara satu hidup di lain mati

tatap pandangan kosong melompong, di antara pilar2 gedung yang merenta, sepadan namun tidak tercermin keindahan, terselip satu retakan kecil, di bawah tumpukan diktat

matiku tak sepadan denganmu, mungkin di antara usia yang direnggut bersamamu, kala ku mulai menulis sajak saat beranjak, semua kukunci rapi mati dalam hati, dan kau kuncinya sayang….

pelataran parkir yang luas mulai nampak, sepi mengisyaratkan satu hati…tercabik…oleh hilir mudik kendaraan, dengan suara bising dan dandanan serasi, diiringi kaki-kaki yang memaki!

sebagai mikrokosmos yang selalu gagal, dalam setiap eksperimen waktu yang menggebu, bukanlah suatu daya cipta yang sakti…namun lelah dengan semua ke-kalah-an

dan menang sebagai pecundang…

hitam

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



hitam, bukan raga tersayat sembilu, haus, walau biru busuk.

hitam, senjaku di peraduan malam, hilang, akankah?

hitam, kutelusuri batin diriku kini, gelap,,,walau di tengah cakrawala membahana.

hitam, tengoklah langit luas nan cerah!!

hitam, pulanglah ke dasar kerak bumi!! tapi,

hitamku tak seburuk mencerca neraka,

hitamku bukan mauku, namun diriku

hitamku selalu hidup dalam sanubariku, berjalan di tengah kekosongan hatiku, menggeliat bagai jalang malam, pekat tak bersayap….

namun, merobek cakrawala dengan lelahnya sang surya,,,,

hitam, empedu hitam nan melankolis

dengan segala kelembutannya, kepesimistisannya, kehancurannya,,,

namun, dapat menyaring sang-sanguis nan sanguinis

yang hidup, tak tentu arah, dan merah!!

Buaian sang malam

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (2)



Raut wajah senja merona merah kehitaman

pasir berbisik lirih di bawah asuhan ombak

meluluh dijilati rintihan-rintihan kecil air

yang mengalir bercumbu mesra dengan penghuninya

gesekan-gesekan angin mulai menyayat telinga

saat terbuai lara dalam nada bicaranya

lambaian dedaunan bakau nan eksotik

merindukan tangan-tangan kasih

percikan sinar rembulan yang terang temaram

menyulutkan nyali sang pengembara malam

untuk turun bertarung dengan berkubik limpahan air

dan bertemu peri-peri kecil jelmaan kuasa pencipta

yang turun dan memberi senyuman tipis

walau sekejap

retakan2, gesekan2, dan bulir2 air yang mampir menyapa

seakan menampar tabir2 mimpi di ambang maut

untuk sekedar seulas tawa di balik luka

karena mimpi membawaku lebih hanyut dalam

gumpalan pekat legam mulut sang petaka malam

turunkanku lebih dalam!!!

siluet sinar2 kecil mengerlingkan matanya

di atas pangkuan debur ombak membuncak

terus berputar2 indah hingga ke dasar terdalam

hingga………..

hidup dan cinta

Posted by Gilang Ramadhan on , under | komentar (0)



cintaku sepenggal roti kukus, kubuat selembek mungkin agar mudah dicerna, sekedar menghibur tenggorokan, namun tidak bikin kenyang, mungkin dia langsung berkata…..habis ini aku gosok gigi lalu tidur

cintamu batu kali dalam beton, kau kecil dibanding gedung bertingkat, tak habis walau digoyang gempa,,,hanya meremah,,,tapi,

menyisakan memori yang tajam dalam ingatan

rapuh aku cinta….semakin jauh aku mengayuh, namun kau menjadi pusaran air lalu menelanku

ampun….mau jadi apa keringat darahku, atau lebih dari 1-2 jam menunggu bus, lalu kecopetan…..habis!!